Selasa, 6 Februari 2007, Zionis-Israel telah secara terang-terangan
memulai proyek penghancuran Masjidil Aqsha yang merupakan masjid tersuci
ketiga bagi umat Islam sedunia.
Jika sebelumnya kaum Zionis ini melakukan hal tersebut secara
diam-diam, bahkan menyangkalnya dengan berbagai dalih, namun di hari
kedua bulan Februari ini mereka telah menyatakan secara terbuka bahwa
mereka memang berniat menghancurkan masjid yang pernah menjadi kiblat
pertama bagi kaum Muslimin.
Upaya Zionis-Israel untuk menghancurkan Masjidil Aqsha sudah lama
diketahui dunia. Keinginan mereka untuk membangun kembali Haikal
Sulaiman (The Solomon Temple), di atas reruntuhan Masjidil Aqsha
juga telah menjadi rahasia umum. Hanya saja, apa dasar ideologi dan
maksud-maksud tersembunyi di balik penghancuran Masjidil Aqsha dan
pendirian Haikal Sulaiman tersebut, hal ini masih menjadi pertanyaan
besar.
Klaim Sepihak
Haikal Sulaiman diyakini dibangun tahun 960 SM oleh Nabi Sulaiman
a.s, 370 tahun kemudian bangsa Babylonia menginvasi Yerusalem dan
menghancurkan kuil tersebut.
Setelah itu, tentara Persia yang dipimpin Cyrus merebut Yerusalem dari tangan Babylonia dan membangun kembali Haikal Sulaiman.
Tahun 70 M, pasukan Romawi menyerang Yerusalem dan menghancurkan kembali Haikal Sulaiman rata dengan tanah.
Abad demi abad terus berjalan, namun cita-cita kaum Zionis-Yahudi untuk membangun kembali Haikal Sulaiman terus terpelihara dengan baik di dalam memori bangsanya.
Abad demi abad terus berjalan, namun cita-cita kaum Zionis-Yahudi untuk membangun kembali Haikal Sulaiman terus terpelihara dengan baik di dalam memori bangsanya.
Ketika gerakan Zionisme Internasional menyelenggarakan kongresnya
yang pertama di Bassel, Swiss, tahun 1897, memori ini menemukan
momentumnya dan Theodore Hertzl menyerukan agar semua Yahudi Diaspora
berbondong-bondong memenuhi Tanah Palestina yang disebutnya sebagai
Tanah Perjanjian.
Atas klaim sepihak, kaum Zionis ini mengatakan bahwa di bawah tanah
Masjidil Aqsha inilah Haikal Sulaiman berdiri. Sebab itu, mereka
mengatakan tidak ada pilihan lain kecuali menghancurkan Masjidil Aqsha
dan kemudian membangun kembali Haikal Sulaiman di atasnya.
Bagi kaum Zionis, Haikal Sulaiman merupakan pusat dari dunia. Bukan
Makkah, bukan pula Vatikan. Haikal Sulaiman-lah pusat seluruh
kepercayaan dan pemerintahan segala bangsa. Keyakinan ini bukanlah
berangkat tanpa landasan.
Dalam keyakinan Yudaisme yang sesungguhnya telah bergeser jauh dari
Taurat yang dibawa oleh Musa a. S., bangsa Yahudi meyakini bahwa di
suatu hari nanti seorang Messiah (The Christ) akan mengangkat derajat dan kedudukan bangsa Yahudi menjadi pemimpin dunia.
Kehadiran Mesiah inilah yang menjadi inti dari semangat kaum Yahudi
untuk memenuhi Tanah Palestina. Namun hal ini menjadi perdebatan utama
di kalangan Yahudi yang pro-Zionis dengan yang anti-Zionis.
Bagi yang pro-Zionisme, mereka menganggap Kuil Sulaiman harus sudah
berdiri untuk menyambut kedatangan Messiah yang akan bertahta di atas
singgasananya. Sedangkan bagi kaum Yahudi yang menolak Zionisme, bagi
mereka, Messiah sendirilah yang akan datang dan memimpin pembangunan
kembali Haikal Sulaiman yang pada akhirnya diperuntukkan bagi pusat
pemerintahan dunia (One World Order).
Mengenai benar tidaknya lokasi bekas reruntuhan Kuil Sulaiman tepat
berada di bawah Masjidil Aqsha, para sejarawan masih berbeda pendapat.
Beberapa peneliti bahkan meyakini bahwa wilayah bekas berdirinya Kuil
Sulaiman tersebut sesungguhnya berasa di luar kompleks Masjidil Aqsha
sekarang ini.
Sejak menjajah Yerusalem di tahun 1967, kaum Zionis selalu berupaya
merusak Masjidil Aqsha. Tahun 1969 sekelompok Yahudi fanatik berupaya
membakar Masjid ini. Mereka juga terus melakukan penggalian di bawah
tanah Masjidil Aqsha dengan alasan tengah melakukan riset arkeologis.
Belum cukup dengan itu, di dalam terowongan-terowongan yang digali,
mereka juga mengalirkan air dalam jumlah besar dengan tujuan
menggoyahkan kekuatan tanah di bawah masjid agar pondasi masjid menjadi
rapuh. Akibatnya sekarang ini banyak pondasi masjid yang sudah rapuh dan
jika ada gempa bumi sedikit saja maka bukan mustahil Masjidil Aqsha
bisa runtuh.
Sekarang, tentara Zionis sudah secara terang-terangan hendak
menghancurkan Masjidil Aqsha. Mereka tidak lagi mengeluarkan dalih
macam-macam. Apakah ini merupakan tanda bahwa mereka sudah yakin bahwa
sebentar lagi Messiah yang dinanti-nantikan akan segera hadir?
Hari Akhir
Menyongsong berdirinya Kuil Sulaiman, ‘Presiden’ Zionis-Israel Moshe
Katsav melayangkan sepucuk surat kepada Perdana Menteri Vatikan yang
berisi permintaan agar Tahta Suci Vatikan mengembalikan seluruh harta
karun dan benda-benda berharga yang kini memenuhi kompleks Tahta Suci
kepada mereka.
Kaum Zionis masih ingat betul, ketika di tahun 70M, pasukan Romawi
menyerbu Yerusalem dan memboyong banyak harta karun dari Kuil Sulaiman
dan membawanya ke Vatikan.
Jika harta karun sudah dikembalikan, maka ada satu syarat lagi
menjelang hadirnya Messiah, yakni mereka harus menemukan dan menyembelih
serta membakar seekor sapi betina berbulu merah berusia tiga tahun dan
belum pernah melahirkan anak.
Untuk yang satu ini pun kaum Zionis telah mempersiapkannya. Melalui suatu proses rekayasa genetika, di tahun 1997, mereka telah mendapatkan seekor sapi dengan ciri-ciri tersebut.
Untuk yang satu ini pun kaum Zionis telah mempersiapkannya. Melalui suatu proses rekayasa genetika, di tahun 1997, mereka telah mendapatkan seekor sapi dengan ciri-ciri tersebut.
Hanya saja, mereka terbentur satu persyaratan lagi, yakni
penyembelihan dan pembakaran sapi merah ini harus dilakukan di atas kaki
Bukit Zaitun.
Masalahnya, daerah ini sekarang belum bisa dijajah Zionis-Israel
seperti wilayah Palestina lainnya. Kaki Bukit Zaitun masih berada di
tangan yang berhak, yakni di tangan bangsa Palestina. Sebab itu, kaum
Zionis selalu berupaya tanpa lelah mengusir orang-orang Palestina dari
wilayah ini.
Memperdaya Pemeluk Kristen
Guna mencapai tujuannya, kaum Zionis tidak berusaha sendirian. Mereka
juga memperdaya musuh-musuhnya yakni umat Kristen dan kaum Muslimin.
Untuk memperdaya umat Kristiani, kaum Zionis menyusupkan nilai-nilai
Talmud ke dalam Bibel seperti yang terjadi atas Injil Scofield atau
Injil Darby.
Bahkan Injil versi King James sebagai Injil resmi Barat pun demikian.
Sebab itu, tidak aneh jika sekarang ini sikap politik umat Kristiani
seolah sama sebangun dengan kaum Yahudi. Padahal di dalam banyak
ayat-ayat Talmud, kaum Yahudi ini begitu keras permusuhannya terhadap
Kristen dan Yesus.
Keyakinan Injil juga menyebutkan tentang hadirnya The Christ kembali ke muka bumi (Maranatha atau The Second Coming)
dalam wujud Tuhan seutuhnya. Kaum Yahudi menggiring opininya bahwa
Maranatha tidak akan terjadi sebelum Haikal Sulaiman berdiri kembali di
Yerusalem.
Kesamaan pandangan inilah yang membuat orang-orang Kristen mendiamkan
ulah kaum Zionis yang hendak menghancurkan Masjidil Aqsha. Orang-orang
Kristen ini telah terbius dengan retorika dan racun Zionis sehingga
tidak bisa bersikap kritis dan mereka lupa bahwa salah satu agenda utama
Zionis ini adalah juga meruntuhkan Tahta Suci Vatikan dan
memindahkannya ke Yerusalem.
Dari sisi hukum internasional, upaya penghancuran Masjidil Aqsha juga
tidak bisa dibenarkan. Berdasarkan Resolusi DK-PBB Nomor 242 dan
beberapa resolusi lainnya, rezim Zionis Israel wajib melindungi masjid
ini dan menuntut Zionis agar mundur dari seluruh wilayah Tepi Barat
Sungai Jordan dan Jalur Gaza, dan menyerahkan wilayah itu kepada
penduduk aslinya yang tak lain adalah rakyat Palestina. Namun dalam
tataran praktek, resolusi ini tidak dijalankan.
Menurut keyakinan Yahudi, jika Messiah sudah bertahta di atas
singgasana Haikal Sulaiman, maka Messiah itu akan memimpin kaum Yahudi
untuk memerangi siapa pun yang tidak mau tunduk pada The New World Order, yakni si Yahudi itu sendiri. (Rz)
0 comments:
Post a Comment